Purantara dalam Bahasa Indonesia berarti kaum perantau. Hampir sebagian besar krama Kesimpar Kaler adalah krama purantara yang berdomisili dan bermatapencaharian di berbagai kota-kota di Bali maupun luar Bali. Sebagian terbesarnya tersebar di Denpasar, Singaraja, Pancasari, Gianyar, Tabanan, Klungkung.
Belakangan ini seiring dengan maraknya peluang kerja di luar negeri, baik itu di darat maupun bekerja di laut. Banyak pula krama purantara yang mencoba menjajal kemampuan dan peruntungannya di berbagai kota besar di dunia. Tidak jarang pula krama purantara yang mencoba kerasnya persaingan kerja di Amerika, dan Jepang baik sebagai crew kapal pesiar, pekerja di berbagai bidang profesi di darat dan sebagainya. Banyak yang sukses di rantau orang, ada pula yang harus kembali ke kampung halaman setelah bosan atau menuai gagal dalam kerasnya persaingan kerja dan kehidupan.
Kalau pemerintah Republik Indonesia menjuluki para TKI sebagai pahlawan devisa, namun apa kiranya julukan yang pantas diberikan bagi para perantau asal Karangasem ini ? Kiranya bukan julukan pemanis bibir seperti itu yang di harap. Mereka tetap bersahaja walau masih harus gigih berjuang mengisi hidup. Ada yang mengusulkan Jatma Purantara, Krama Purantara mungkin pas untuk kami yang jauh di desa orang ini. Ada makna ketegaran di dalamnya, ada semangat ada rasa bakti dan syukur untuk mengabdi kepadaNya, perjuangan untuk mengisi hidup dan ada rasa kebersamaan di dalamnya yang kental, bersahaja untuk dapat berbagi pada semua orang yang dicinta.
Menilik sejarahnya, awal-awal dimulainya perantauan oleh Krama Kesimpar Kaler, barangkali dilatarbelakangi oleh beberapa hal. Masalah ekonomi sudah tentu adalah alasan utama krama merantau ke desa atau negeri orang. Geografi Desa Kesimpar berada diperbukitan dengan hamparan tegal yang dipenuhi oleh pohon bambu dan kelapa, di mana dulu sebagian mata pencahariaan masyarakatnya adalah sebagai petani baik sebagai penyakap atau pemilik. Barangkali itu yang melatar belakangi sebagian krama Kesimpar untuk mengambil pilihan merantau ke daerah orang. Daerah yang gersang dilereng Gunung Agung merupakan faktor utama bermigrasinya Krama Kesimpar Kaler.
Adanya program transmigrasi lokal yang diprakarsai oleh Pemerintah Hindia Belanda pada awal abad ke XX adalah kali pertama krama Kesimpar membukukan dirinya sebagai Jatma Purantara di pedalaman Desa Gretek Kabupaten Buleleng. Tetua penulis bersama tetua-tetua lainnya adalah krama purantara pembuka ganasnya belantara lahar bekas letusan gunung Agung
Meletusnya Gunung Agung pada tahun 1963 merupakan tonggak bagi pergerakan krama purantara Kesimpar ke wilayah Kabupaten Badung pada saat itu. Jika kita lakukan napak tilas, akan terlihat jelas jejak pergerakan para perantau krama Kesimpar Kaler di Ibukota Propinsi Bali ini. Berawal dari ngutang-ngutang awak dari I Ketut Soma menuju seorang kelurga miskin yang tinggal di Banjar Tegal. Keluarga tersebut bernama Meme Nasa. Sayang sekali keluarga tersebut sudah berpulang. Seiring dengan perjalanan waktu semakin banyak Krama Kesimpar Kaler yang pindah ke Denpasar ini. Disamping karena melanjutkan studi perpindahan ini dorong oleh faktor ekonomi.
Para Krama ini dengan segala resiko yang akan ditanggung di Denpasar berupaya memperbaiki kehidupannya. Dengan bermodalkan dua tangan, dua kaki dan tekad yang bulat para krama mengayuhkan kakinya, menapak kota Denpasar.
Krama Purantara tersebar pada berbagai profesi dan mata pencaharian yang menjadi geginan mereka sehari-hari, mulai dari tukang bangunan, buruh pasar, pedagang, penjahit, sopir, pegawai negeri, pegawai toko, pegawai hotel, restauran maupun biro perjalanan, pegawai Bank, montir, dokter hewan, dosen, perawat, guru bahkan sebagai pemilik dan pimpinan perusahaan.
Barangkali keberadaan krama purantara ini akan halnya bless in distinguish. Bayangkan dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang sedemikian rupa, bagaimana seandainya para krama purantara tidak mengambil pilihan merantau. Dapatlah dibayangkan bagaimana pemerintah Kabupaten Karangasem dan pemerintahan desa Kesimpar mesti menyiapkan lapangan pekerjaan bagi sekian banyak manusia. Bagaimana daya dukung lingkungan dapat menghidupi sekian banyak manusia, baik itu terkait dengan luas wilayah untuk pemukiman, pangan, termasuk akan kebutuhan yang paling mendasar yakni air. Dapat dibayangkan bagaimana penuh sesaknya wilayah Desa Kesimpar ini jika semua krama tumplek blek tinggal di Desa Kesimpar. Situasi ini dapat diperhatikan ketika pelaksanaan Karya Ngenteg Linggih dan Nubung Daging pada bulan September tahun 2008. Hampir semua rumah dimasing-masing keluarga dipenuhi oleh penghuninya. Rasa-rasanya saat itu Krama Kesimpar Kaler kekurangan tempat untuk beristirahat tidur.
Ini sangat kontras sekali jika tidak ada upakara atau kegiatan lainnya di wilayah Kesimpar Kaleng. Semuanya lengang. Banyak rumah yang dihuni sepasang tua renta.
Tidak ada pemuda maupun pemudi yang tinggal di kampung. Semuanya sibuk di kota Denpasar mengais rejeki.
Dengan realitas seperti ini sepertinya relevansi dan dorongan kepada kaum generasi muda Kesimpar untuk merantau adalah masih relevan pada masa sekarang ini. Untuk itu sebelum terjun ke medan purantara yang sesungguhnya, alangkah baiknya pemuda pemudi Kesimpar Kaler untuk dapat lebih menguatkan diri lahir batin pada kecakapan-kecakapan hidup yang dibutuhkan oleh lapangan pekerjaan. Referensi-referensi dari para tetua yang sudah lebih dulu menjadi krama purantara tentu sangatlah dibutuhkan. Dan yang terpenting untuk dijaga adalah bagaimana etos kerja krama purantara Kesimpar Kaler dapat meningkat sehubungan dengan disiplin, kerja keras disertai dengan mentalitas yang kuat sesuai bidang yang ditekuni baik sebagai pekerja maupun bergerak di bidang wirausaha.
Disadari atau tidak terlepas dari besar kecilnya kontribusi yang dapat diberikan oleh krama purantara, keberadaan mereka adalah asset bagi pembangunan desa di berbagai bidang baik itu agama, adat istiadat, ekonomi politik dan pertahanan budaya. Kesadaran krama purantara akan jati diri dan kawiwitan asal dari Desa Kesimpar Kaler, diharapkan dapat tumbuh sedemikian rupa untuk dapat mendukung paparan idealisme tadi. Pengejawantahannya dapat dengan berbagai hal yang walaupun kecil sifatnya, semisal : Penggerak utama karya ngenteg linggih, belanja di Desa akan sedikit menggeliatkan perekonomian di Desa.
Di Denpasar para Krama Kesimpar Kaler sudah mulai dirintis membuat acara bulanan. Acara ini merupakan acara peguyuban untuk membicarakan permasalahan yang ada di desa maupun permasalahan yang dihadapi di denpasar. Peguyuban ini merupakan sarana komunikasipemberdayaan diri maupun masyarakat desa.